Kamis, 21 Maret 2019

Survei Voxpol Center: Pemilih Tak Percaya Janji Politik, Pelupa dan Pemaaf



BERITAKIUKIU - Tak Percaya Janji Politik - Voxpol Center melaksanakan survei preferensi perilaku pemilih (voting behavior) menjelang penyelenggaraan Pilpres tahun 2019. Beberapa hal menarik ditemukan dari hasil survei. Salah satunya tingginya ketidakpercayaan calon pemilih terhadap janji-janji politik baik yang disampaikan capres-cawapres dan caleg.

Dalam survei yang digelar 26 Februari 2019 - 8 Maret 2019, Voxpol Center ingin menguji apakah janji politik mendongkrak elektabilitas capres dan apakah janji politik punya korelasi linear terhadap tingkat 'keterpilihan' masing-masing capres/cawapres pada pilpres 2019?

Saat ditanya kepada responden "apakah bapak/ibu tertarik memilih capres/cawapres yang memberikan banyak janji-janji politik di saat kampanye?"

Hasilnya, 70,4 persen menyatakan tidak tertarik dengan janji politik yang ditawarkan capres/cawapres. Hanya 18,3 persen pemilih yang tertarik dengan janji yang ditawarkan oleh elite politisi atau calon presiden/wakil presiden.

Terkait tingkat kepercayaan terhadap janji politik capres/cawapres, dengan simulasi pertanyaan 'seberapa percayakah bapak/ibu terhadap janji-janji politik yang disampaikan capres/cawapres di saat masa kampanye?', Data survei Voxpol Center menunjukkan 62,8 persen pemilih tidak percaya dengan janji politik. Namun demikian, masih ada yang percaya terhadap janji politik yang diobral ketika masa kampanye sebesar 24,7 persen.

Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, janji politik Jokowi dan Prabowo di masa kampanye adalah sesuatu yang wajar.

"Sifat dasar politikus adalah gemar mengumbar janji. Janji itu kosmetik politik karena politik merupakan sebuah dunia tempat orang memberikan janji-janji yang mungkin sebagian tidak akan terpenuhi, serta mengucapkan kata-kata yang memang dari semula telah direncanakan untuk memberikan kesan yang tidak benar bagi para pendengarnya," paparnya melalui keterangan tertulis, Kamis (21/3).

Pangi menjelaskan, terkait korelasi linear janji politik menjadi dasar pertimbangan memilih capres/cawapres, hanya sebesar 27,3 persen responden menjawab mempengaruhi. Namun demikian, masih ada angka sebesar 63,5 persen janji politik tidak berpengaruh terhadap pilihan politik.

Hasil survei ini juga menunjukkan hal yang menarik soal upaya menagih janji politik setelah terpilih. Angkanya cukup mengejutkan, ternyata yang menagih janji politik hanya sebesar 16,6 persen pemilih. Sisanya sebesar 71,4 persen tidak menagih/tidak peduli dengan janji politik capres setelah terpilih.

"Dari hasil survei di atas menunjukkan bahwa sangat wajar politisi tanpa beban mengobral janji sesuka hati. Mereka menyadari bahwa janji politik dalam kontestasi elektoral berpengaruh terhadap elektabilitas. Di sisi lain masyarakat tidak akan menagih janji politik yang dulu pernah mereka tawarkan, karena psikologi pemilih seringkali pelupa dan pemaaf," papar Pangi.

Maka, lanjut dia, wajar jika selama ini politisi kita sangat doyan berjanji tanpa beban, mengobral janji-janji manis. Bahkan membuat program yang tidak masuk akal.

"Politisi menyadari karakteristik perilaku pemilih kita yang cenderung pelupa dan pemaaf dan tidak akan menagih janji politik," pungkasnya.

Survei ini dilakukan melalui pemilihan responden secara acak atau multistage random sampling. Tingkat kesalahan alias margin of error +-2,98 persen dengan melibatkan 1.220 responden di seluruh provinsi di Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas dengan selang kepercayaan survei ini adalah 95 persen.

Setiap responden terpilih diwawancarai dengan metode wawancara tatap muka (face to face) oleh pewawancara yang terlatih secara khusus. Quality control dilakukan dengan mendatangi kembali (rekonfirmasi) 20 persen sampel responden yang ada kemudian terpilih secara acak (spot check).

1 komentar: